Breaking News

Indra Charismiadji “Rendahkan” Profesi Guru - Andai Dia Pernah Jadi Guru Honorer


Indra Charismiadji

Bicara profesi guru. Ingat tidak semua guru itu PNS lo mat (pengamat). 
Masih ada guru yang berstatus sebagai honorer.
Andai saja pengamat yang ngomong ini pernah merasakan getirnya pejuangan hidup sebagai GURU HONORER yang gajinya hanya sekitar 300 ribuan.
Itupun dibayarkan dengan sistem rapelan.

Logikanya hidup dengan gaji segitu, makan sebulan aja gak cukup. Mau bicara kualitas.

Jika di jawab... siapa suruh mau jadi guru honorer. Itulah bedanya pekerjaan yang berasal dari panggilan jiwa. Karena Guru adalah pekerjaan mulia yang disebut Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.

Anda boleh merendahkan dan mengkritik habis-habisan profesi GURU. 
Dengan catatan jika pemerintah telah berhasil membuat seluruh guru di negeri ini bisa sejahtera, gaji sudah sesuai UMR semua dan terlindungi dengan baik. 


Berikut di bawah ini saduran berita terkait masalah ini.

======================================================================
............................................................................................................................................


Ruangguru.my.id_Kritikan pedas yang kerap dilontarkan Pengamat dan Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji terhadap tenaga pendidik baik PNS maupun honorer, mengundang reaksi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Organisasi profesi guru ini merasa terusik dengan pernyataan-pernyataan Indra yang dinilai merendahkan tenaga pendidik.
“Mas Indra, jangan rendahkan profesi guru. Pernyataan Anda sudah melukai tiga jutaan guru di Indonesia,” kata Dudung Nurullah Koswara, Ketua Pengurus Besar (PB) PGRI kepada JPNN.com (grup fajar.co.id), Rabu (13/5).

Dudung yang guru SMA di Kabupaten Sukabumi ini mengungkapkan, pernyataan Indra dengan kalimat “bagaimana bisa maju pendidikan kalau guru di Indonesia antikritik, maunya gaji besar, tetapi kualitasnya rendah”, sudah menyakiti perasaan sebagian besar para tenaga pendidik.

Dudung balik bertanya, benarkah semua guru demikian? Benarkah guru maunya gaji besar? Benarkah kualitas guru rendah?

“Menurut saya apa yang diungkapkan Indra Charismiadji tidak 100 persen benar. Malah bisa jadi 100 persen menyakiti perasaan para guru. Indra sebagai pengamat pendidikan sepertinya tidak efektif menyasar entitas guru. Menyimpulkan guru antikritik, maunya gaji besar dan kualitasnya rendah bagai memukul nyamuk yang ada di pipi bayi dengan pentungan,” bebernya.

Dia mengatakan, pernyataan Indra terkesan membabi buta. Akan lebih elok kalau dibilang ada sebagian guru yang antikritik, ingin gaji besar dan kulitasnya rendah.
Sebab, setiap profesi apapun pasti ada kekurangan atau kelemahan.

“Semua profesi pasti dalam kadar yang beragam ada gangguan komitmen terhadap pekerjaannya. Bahkan bukankah semua profesi ingin gaji besar? Faktanya gaji guru di Indonesia termasuk rendah, walau bukan terendah di dunia,” sergahnya.

Dudung menilai, Indra mencoba berlindung di balik pendapat Jusuf Kalla yang mengatakan, “Guru kalau diminta tingkatkan kualitas diam. Giliran bicara soal kesejahteraan, semuanya riuh”.

Indra sebagai pengamat harusnya mengerti lebih dalam, mengapa guru bersikap demikian.

Menurut Dudung, guru riuh pada saat berbicara kesejahteraan adalah “kode keras”.

Para guru dalam keriuhannya menyampaikan pesan, “Kami para guru masih ada yang bergaji Rp300 ribu per bulan”.

Bila Indra menyimpulkan bahwa “keriuhan” guru saat berbicara kesejahteraan identik dengan ingin gaji besar, sungguh Indra salah fatal.

Sekali lagi, keriuhan guru saat berbicara kesejahteraan adalah suara protes karena ada ratusan ribu “Oemar Bakri” yang gajinya sangat rendah.

“Indra salah tafsir, salah menerjemahkan kode keras dari para guru. Indra tak paham tentang kebatinan para guru,” ucapnya.
Dudung melanjutkan, bila Indra berpikir para guru antikritik dan kualitas rendah karena terlihat diam saat membahas peningkatan kualitas.

Diamnya guru saat membahas kualitas kembali salah ditafsirkan Indra. Guru diam saat membahas peningkatan kualitas pada Jusuf Kalla pun adalah kode keras.

Ini modus para guru yang hendak menyampaikan pesan, “Kami para guru sudah berupaya meningkatkan kualitas. Namun pemerintah puluhan tahun belum berupaya menuntaskan nasib guru honorer dan perlindungan profesi guru”.

Guru terdiam saat membahas peningkatan kualitas karena faktanya ratusan ribu guru sudah melakukannya.

Artinya bagai mengajak berenang pada ikan, ratusan ribu guru sudah meningkatkan kualiatas dengan bersekolah lagi.

Entah berapa jumlah guru -karena banyak- yang sudah melanjutkan pendidikan S2 bahkan ada yang jenjang S3.

Guru diam saat berbicara peningkatan kualitas karena guru sedang dan sudah melakukannya. Diam adalah protes dan bertanya, kok pemerintah tak tahu kami sedang bergerak ke arah itu? Ke mana aja pemerintah?
Menurut Dudung, guru riuh saat berbicara kesejahteraan karena pemerintah belum menyentuh keseluruhan guru terkait kesejahteraan.

Mungkin ada sekitar 1 juta guru gajinya di bawah UMR/UMP/UKM.

Riuhnya para guru saat berbicara kesejahteraan adalah bahasa tubuh yang bisa diterjemahkan, “Kami terlalu lama dalam dibayar murah, buruh pabrik saja hampir semuanya UMR”.

Indra nampak tidak paham terkait bahasa tubuh guru dalam merespons pernyataan Jusuf kalla saat itu.

“Terima kasih Indra Charismiadji yang sudah merendahkan profesi guru. Walau di sisi lain Indra mencoba mengungkap sisi lemah para guru. Itulah pengamat, selalu pandai berkicau. Ada kicauan yang faktual, objektif dan tentu juga ada kicauan yang fals dan menyakiti perasaan guru,” tuturnya

Dia berharap, Indra Charismiadji bisa belajar lagi tentang komunikasi empatik dan komunikasi andragogik.

Bila mau menghantam perasaan guru, rasanya tidak elok. Guru boleh direndahkan atau dituntut bila semua guru di negeri ini sudah sejahtera, gaji sudah sesuai UMR semua dan terlindungi dengan baik. (jpnn/fajar)











Tidak ada komentar